Secercah Senyuman Yang Hilang

Aku tak pernah mengerti, kenapa bisa ada hubungan pertemanan yang bisa membuat seseorang merasa kehilangan. Ketika hatiku mulai tersadar betapa penting sebuah keterkaitan antar sesama teman. Aku sekarang merasa kehilangan dimana saat kita bisa bercanda, dimana saat kita sering bertengkar, dimana saat kau yang selalu menemaniku meskipun hanya lewat SMS. Aku senang ketika mengingat semua itu. Dan aku juga merasa sedih ketika aku mengingat setiap kali kita tak sedekat dulu. Temanku sayang, aku sungguh merindukanmu.

Dan ini adalah kisahku. Namaku adalah Rani, sekarang aku duduk di kelas 1 SMK. Dalam kisahku ini aku ingin mengenang kembali betapa indah pertemananku bersama temanku yang bernama Dimas. Senang sekali jika aku lagi lagi dan lagi, harus mengenangnya. Dia adalah temanku. Yah, mungkin hanya temanku.

***

                “mana pernah aku makan yang begituan ? kangen aku makan itu Mas.” Kataku pada waktu istirahat pada Dimas.

                “yah emang dasar kamu itu yang makanannya enak terus.” Kata Dimas dengan ekspresi khas ala dia.

                “hahaha... yah kapan-kapan kamu traktir  aku makan yah Mas.”Kataku dengan enteng. Sementara dalam hati, aku tertawa terbahak-bahak memandang ekspresi wajahnya. Lucu banget !

                “wow, dengan mudahnya kamu minta ditraktir. Ouh tidak bisa sayang, seharusnya kamu yang nraktir aku dong.” Dia menyeringai nakal.

                “dasar, tetep aja kayak gitu. Oke deh, kapan-kapan aja yah Mas.” Kataku kepadanya. Kami bercanda dan saling menertawakan. Dimas adalah cowok yang lucu. Dia humoris dan nggak membosankan. Sudah cukup lama kami saling mengenal, kurang lebih 3 bulanan. Dimas sangat baik, dia manis sekali, sehingga aku tak pernah bosan memandang wajahnya ataupun bersamanya sepanjang hari.

                Aku hanya bertemu Dimas ketika di sekolah. Tapi aku selalu berhubungan dengannya lewat SMS dan Facebook. Setiap pulang sekolah, aku dan Dimas selalu SMS-an, dengan begitu aku selalu bisa merasa senang. Aku tak pernah bosan meskipun selalu mengerjakan hal itu. Disetiap malam, aku suka online Facebook. Di facebook pun aku juga sering mengobrol dengan Dimas. Berkali-kali ia mengejekku, membuat aku sebel, marah, dan membuatku ingin bunuh diri karena terlalu gemasnya. Tetapi, semua itu tidak sebanding dengan tawaku yang diberikan oleh Dimas. Meskipun terkadang aku marah padanya, itu tidak serius. Dalam hatiku, aku Cuma tersenyum saja. Ulah isengnya selalu ada dan menghiasi hari-hariku, begitupun sebaliknya.

                Dimas pernah bercerita padaku tentang mantan pacarnya, aku juga mendengarkan semua ceritanya dengan tekun. Apa yang kurasakan saat dia bercerita seperti itu, tentang mantan-mantannya, cewek yang pernah mengisi relung hatinya. Aku merasa cemburu kepadanya. Aku  tak ingin mendengarnya membicarakan cewek lain. Ouh tuhan,  aku merasa bodoh sekali saat itu. Kenapa aku tak mengatakan kalau aku tak mau ia meneruskan certanya. Hatiku sakit dan ingin berhenti. Tak apalah, dengan sabar aku tetap setia menemaninya bercerita. Aku tetap tersenyum untuknya. Ingin sekali aku meneriakkan padanya “SUDAH CUKUP, TELINGAKU PANAS atau HATIKU SAKIT.” Tapi, bagaimana mungkin ? dia sedih, aku bisa melihat kepedihan itu dimatanya. Seandainya boleh, aku akan memeluknya. Tapi tak mungkin.

            “Sudah Mas. Jangan dipikirin kayak gitu. Mungkin, cewekmu itu udah gak perlu kamu pertahanin lagi..” kataku menghiburnya.

            “kita putus bukan karena dia Ran, semua itu salahku. Aku memang terlalu bodoh.  Aku mutusin dia juga karena alasan yang gak jelas. Tapi emang dia juga melakukan kesalahan Ran.” Katanya penuh sesal. Sungguh aku tak tega melihat Dimas seperti itu. Sepertinya dia sangat menyayangi mantan pacarnya itu.

            “apa kamu masih sayang sama mantanmu itu Mas ?” tanyaku spontan.

            “ iya Ran.” Katanya singkat sambil memandangku. Dia tersenyum. Jedwuar... kayak ada petir aja, singkat dan padat, tapi  sangat menyakitkan hati. Aku merasa kecewa banget. Gak ada harapan lagi nih.

            “yah aku harap kamu sama mantanmu itu bisa balikan lagi Mas.” Kataku dengan bodoh. Sadar nggak sih aku ngomong kayak gitu ? tapi kata-kata itu benar-benar tulus dari hatiku. Aku pengen dimas tersenyum. Hanya itu !

            “iya, makasih Ran. Tapi itu gak mungkin Ran. Aku gak mau balikan lagi sama dia Ran. aku menyayanginya sebagai kenangan saja. Sekarang aku sudah menemukan seseoarang yang juga sangat aku sayangi. Lebih dari sayngku pada dia. Dan aku berharap, kisah cintaku ini tidak gagal seperti dulu. Semoga sayangku juga tidak sia-sia. Biarin aja semua berjalan apa adanya.” Kata Dimas sambil menatapku, tatapannya sungguh memiliki arti, tapi aku tak tahu. Dia meneruskan.

            “makasih yah Ran. Kamu udah mau dengerin ceritaku.” Katanya lembut. Jarang banget Dimas bersikap segini lembutnya padaku. Hari ini memang indah. Hari Disaat aku bersama Dimas, dan saat aku menyadari kalau aku menyukai Dimas lebih dari seorang teman.

***



Hari-hari berjalan apa adanya antara aku dan dia. Suatu ketika ketika aku bercerita bersama salah seorang temanku, dia bernama Sarah.

            “aku suka sama Dimas Ran.” Katanya dengan penuh kebahagiaan. Aku terkejut banget. Sarah suka sama Dimas ? betapa terpukulnya hatiku mendengar pernyataan dari Sarah. Mereka berdua sama-sama teman dekatku. Padahal aku ingin cepat-cepat menyatakan perasaanku pada Dimas. Tapi, setelah Sarah mengatakan hal itu. Impossible rasanya aku akan menyakiti hati Sarah yang sudah aku anggap saudaraku sendiri. Biarlah aku tidak memiliki Dimas, semoga dia bisa mengerti perasaan ini suatu saat nanti, meskipun tidak sekarang.

            “hah ? kamu suka sama Dimas ? beneran kah ?” tanyaku menyahuti pernyataan Sarah tadi.

            “iya Ran, beneran. Kenapa emangnya ?” tanya Sarah penasaran. Dia memandangku curiga, bagaimana tidak ? aku tadi menanyanya dengan ekspresi menyelidik begitu. Aku memberinya senyuman, dan Sarah balas tersenyum. Aku berharap kecurigaan Sarah padaku sudah hilang.

            “nggak apa-apa Sar, yah Cuma gak nyangka banget aja. Ternyata kamu suka toh sama Dimas. Bisa jadi gosip baru kan ?” kataku menggodanya.

            “eh, jangan Ran. Kamu itu Ran, jangan yah, jangan yah !” katanya dengan ekspresi memelas. Hehehe... pengen ngakak lihat Sarah kayak gitu.

            “ehmmm.... lihat ntar aja deh Sar.” Kataku menggodanya. Yah karena aku tuh ahli acting seakan akan benar-benar tidak menyetujui keinginannya.

            “Rani loh... ayo lah... jangan yah, jangan yah Ran !” katanya masih dengan suara memohon. Ouh, kasihan sekali si Sarah. Dia selalu berekspresi seperti itu ketika ada sesuatu. Dasar !!!

            “okelah, tapi... apa Dimas udah tau Sar ?” tanyaku penasaran.

            “belum lah Ran, aku masih malu.” Katanya dengan jujur.

            “gimana kalau aku yang bilangin ke Dimas Sar ? aku kan deket sama dia. Biar dia cepet tahu Sar, sebelum ada cewek lain yang mengambil hatinya loh Sar” kataku memberi saran, tapi jelas aku tahu kalau dia gak bakalan setuju.

            “gak usah Ran.” Tolaknya mentah-mentah. Dia meneruskan “biarin aja dia tahu sendiri Ran.”

            “okelah, suka-suka kamu saja. Good luck yah Sar.” Kataku pada Sarah. Sarah tidak tahu apa yang sebenarnya ada di lubuk hatiku yang terdalam. Aku kecewa, setiap kali aku mulai membuka hati untuk memulai kisah cinta yang baru. Aku selalu saja harus mengalamikekecewaan. Biarlah, biarpun aku tak memiliki Dimas, aku tetap menjadi temannya. Teman yang selalu menyayanginya. Dan dengan begini, aku juga tidak menyakiti perasaan temanku sendiri, yaitu Sarah. Semoga aku bisa menghadapi keterpurukan ini. Tuhan, tolong sayangi Dimas dan Sarah. Persatukan mereka, dan bantulah aku menyatukan semua itu. Demi suatu kebahagiaan, demi suatu perdamaian, dan suatu pengorbanan. Atas nama teman dan kesetiaan, atas satu ikatan yang takkan tergantikan : pertemanan agung yang tanpa perselisihan dan kesalah pahaman.

***

                        Sekarang semua telah tau tentang perasaan Sarah ke Dimas. Dimas pun telah mengerti. Sarah tak mengambil pusing semua itu, dia juga tetap mendekati Dimas. Selalu saja mereka dijuluki di kelas. Dimas menganggap semua itu hal biasa. Aku dan Dimas tetap SMS-an seperti biasanya. Kami tetap seperti dulu. Chatting dan SMS-an setiap hari. Tanpa bosan dan enggan. Dan kedekatan inilah yang tak pernah berubah, semoga sampai kapanpu. SEMOGA !!!

            Dan suatu ketika pada saat Dimas dan aku sedang duduk dibelakang pada jam pelajaran produktif. Kami sama-sama tak memperhatikanpelajaran. Kami cerita dan bercanda sendiri. Inilah saat terakhir aku dan Dimas melakukan hal ini pada jam pelajaran.

            “kenapa emangnya ?” tanyaku pada Dimas yang saat itu menceritakan tentang temanku Ronald yang dulu pernah kusukai.

            “yah gak boleh aja, dia itu playboy loh Ran.”jelasnya. aneh banget nih anak, biasanya juga Cuma no problemsaat aku menceritakan tentang Ronald kepadanya. Hanya masa bodoh aja biasanya. Tapi kali ini dia peduli.

            “biarin aja Mas. Aku juga Cuma suka sewajarnya aja kok ke Ronald, ibaratnya yah kayak Sarah ke kamu.” Kataku malah menggoda Dimas.

            “apa’an sih ? nyambungnya kok jadi kesitu ?” katanya sewot.

            “tapi, emang iya kok.” Kataku menyela. Sebel juga kalau ingat pengorbananku buat sarah. Hehehe... tak apalah.

            “sudahlah Ran, gak usah dibahas yah soal Sarahnya.” Katanya lembut. Manik matanya memandangku, penuh dengan permohonan.

            “oke deh Mas,” kataku spontan, aku memalingkan pandanganku dari tatapan Dimas menuju ke papan tulis di depan. Dia menyadarinya.

            “sip sayang, begitu lebih baik.” Serunya sambil tersenyum.

            “hahaha... iya sayang.” Kataku. Aku menganggapnya hanya sebuah lelucon seperti biasanya. Dan ternyata ada hal lain, maksud dari tatapan dan tutur katanya tadi.

            “aku pengen kamu selalu memanggil aku sayang Ran.” Kata Dimas tiba-tiba. Hah...? aku menoleh pada Dimas tak percaya.

            “maksud kamu ?” tanyaku heran.

            Dia tersenyum, setelah itu kembali meneruskan perkataannya.

            “ kamu kenapa masih nge-jomblo Ran ?” tanyanya sambil memandangiku. Aku jadi salting deh.

            “hahhaha... yah gak apa-apa Mas. Masih belum ada yang cocok. Udah ada, tapi yah ada aja penghalangnya.” Kataku sambil mencoba sebiasa mungkin.

            “yang bener Ran ?” katanya semakin menyelidik saja.

            “iya, dibilangin gak percaya.” Kataku sambil tersenyum dan lalu meneruskan

            “kamu juga belum punya pacar kan Mas ? “ kataku menggoda.

            “dimana sih ada yang mau sama aku ?” katanya merendah hati, dia memandangku sambil tersenyum lagi. Aku mau Mas, ucapku dalam hati.. hehehhe...

            “ada Mas, tuh si Sarah” kataku sambil melirik ke arah Sarah. Aku tertawa terbahak-bahak, sementara itu Dimas tampak sebel.

            “Rani !” dia membentakku ? astaga, aku benar-benar gak nyangka. Meskipun hanya dengan suara lirih, tapi sangat tegas. Dia lalu menatap tepat di manik mataku. Aku secara otomatis hanya terdiam dan juga memandang tepat dimanik matanya. Dimas meneruskan kata-katanya.

            “gak lucu Ran. Kamu bisa gak sih sekali ini aja serius Ran ?”

            “iyah, maaf.” Kataku singkat.

            “oke deh Ran, sorry yah. Aku gak ada maksud bentak kamu kok. Kamu gak marah kan ?” katanya sembari melempar senyum padaku.

            “iyah iyah... gak mungkin aku marah sama kamu Mas.”

            “iya, makasih. Emang inilah yang aku suka dari kamu.” Katanya pelan, seperti berbicara dengan dirinya sendiri.

            “Ngomong apa’an sih kamu Mas ? gak jelas banget deh.” Gerutuku padanya, dia tersenyum nakal.

            “Ran, kamu tau nggak ?.....”tanyanya sambil memandang ke pak Mamad di depan. Nih anak ngajak ngomong aku, tapi gak liat kearahku. Nyebelinnya udah keluar lagi deh. Siap-siap dikerjain sama Dimas nih.

            “nggak tau Mas.” Sela ku cepat-cepat. Hahaha...

            “belum ngomong aku Ran, kan keluar lagi bercandanya. Aku bilang serius sekali ini aja. Plies Ran..!! “ katanya memandangku dengan geram. Ternyata dia tak ingin mengerjai aku seperti biasanya. Dugaanku salah.

            “hehehe.. oke, maaf lagi deh” kataku menyesal “tau apa emangnya Mas ?”

            “tau gak kalau aku suka sama kamu ?” tanyanya datar.

            “ Tau !” jawabku singkat. Tapi nggak serius itu. Cuman niat godain aja. Dimas terkejut, dia memandangku. Tapi sepertinyadia sudah mengenali ekspresi mukaku yang kayak gini ini, ekspresi orang iseng. Dia meneruskan lagi dengan biasa aja.

            “kamu tau gak kalau aku sayang sama kamu ?” tanyanya sekali lagi. Dia memandangku.

            “ Tau !” jawabku datar, tetap seperti tadi. Dia sudah mulai gemas rupanya. Aku pura-pura tidak tau saja. Dia menghela nafas sejenak, dan meneruskan.

            “kalau gitu, kamu tau gak kalau aku pengen kamu jadi pacarku ?” tanyanya memandangku dengan ekspresi serius. Tatapan matanya padaku sungguh penuh harapan. Aku kaget banget. Tapi aku sudah nyoba bersikap sebiasa mungkin. Semoga dia tidak melihat mukaku yang grogi. Aku senang sebenarnya, seumpama Sarah tidak pernah mengatakan padaku soal dia menyukai Dimas. Dengan senang hati aku akan mau menjadi pacar dimas. Tapi realita kini berkata lain. Semua tak berjalan lancar seperti yang kuharapkan. Dan saat ini aku tidak akan bisa menerima ungkapan kasih ini, meskipun aku ingin. Aku tak akan menyakiti hati temanku sendiri. Tak akan pernah.

            “hmmm.... nggak tau.” Kataku datar sambil memandangnya

            “kenapa jawabannya beda ?” jawab tau juga dong Ran !” katanya dengan ekspresi kemenangan.

            “ aku Cuma bercanda kok. Yah ku kira suka dan sayang sebagai teman aja mas.”

            “ tapi aku serius Ran. Aku pengen kita jadian. Kamu mau nggak jadi pacarku ?”  katanya serius. So sweet banget sih, aku pengen. Tapi sekarang aku sudah tak punya hak untuk mengatakan satu kata yang indah itu ‘IYA’. Sulit banget Mas. Kamu sudah memberi pilihan yang salah. Maafkan aku.

            “benarkah mas ?” tanyaku masih tak percaya.

            “ aku serius ! ayo cepet jawab Ran !”

            “ kok maksa gitun?” kataku heran.

            “ aku udah deg deg-an ini. Ayo, biar aku cepet lega. Kamu belum tau rasanya sih ? coba kamu yang ngerasain.”  Katanya sewot.

            “kok sewot gitu sih mas ?” kataku memicingkan mata, aku jadi bingung sendiri.

            “ udah lah, kamu sih Ran ?” katanya sewot “ aku serius banget Ran, aku harap kamu jawab ‘iya’. Cepetan jawabnya !”

            “ehmmm... beneran sekarang nih ?” tanyaku masih tak percaya.

            “ iya, cepetan !”

            “maaf mas, aku gak bisa menerimamu jadi pacaarku.” Kataku dengan nada ku kuat-kuatkan. Ya Tuhan... bener gak sih langkah yang aku ambil ini ? Ya Tuhan... dosa gak sih kalau aku merubah jawabannya tadi itu ? oh Tuhan... semoga aku tak menyesal melakukan semua ini. Aku memaki diriku sendiri dalam hati. Sebelum mengatakan kalimat itu aku sudah membaca basmalah terlebih dahulu. Semoga benar-benar pilihan terbaik bagiku. Aku nggak tega. Aku nggak mau kayak gini. Tapi aku sudah mengucapkannya. Aku melihat mata dimas, dia masih tetap memandangku. Aku menemukan kekecewaan dan kesedihan dalam matanya. Lebih dalam dan lebih pedih daripada saat aku mendengarkan ceritanya tentang mantan pacarnya itu. Ouh... aku semakin merasa berdosa. Maafkan aku sayang ! dimas terdiam sejenak, memandangku tak percaya. Dan kemudian membuka mulutnya. Dia memandangku benar-benar aneh.

            “ tapi kenapa Ran ? kenapa kamu nggak mau jadi pacarku ? aku janji aku gak bakalan nyakitin kamu, aku janji gak bakalan ngeduain kamu, aku janji, aku bakalan setia sama kamu.” Jelasnya panjang lebar.

            “maaf mas, aku tetap gak bisa.” Kataku pelan. Jujur, aku sungguh percaya sama Dimas, dia tidak perlu janji-janji kayak gitupun aku bisa percaya.

            “kenapa ?” katanya pelan juga.

            “ sarah sayang sama kamu mas, aku gak mau nyakitin perasaan Sarah.” Jelasku jujur pada Dimas. Betapa bodohnya aku mengatakan hal itu. Aku benar-benar menyesal telah mengtakannya. Karena setelah itu Dimas berkata seperti ini.

            “sarah ?” dia terkejut, lalu meneruskan “ aku bisa jelasin semuanya ke dia Ran.”

            “ itu bakalan tetep nyakitin perasaan dia mas. Dia itu temen deketku, aku gak mau Mas, aku akan merasa berdosa banget kalau sampai aku membuat hatinya terluka.” Jelaslah semuanya, kenapa aku tak menerima pengungkapan cinta Dimas.

            “tapi, apa kamu sayang sama aku Ran ?” tanyanya dengan nada menyelidik.

            “hah...? ehmm.. a...a..aku.... “ aku bingung, aq gak bisa ngomong.

            “katakan saja Ran !” perintahnya datar. Dia memandangku yang sedang kebingungan. dia memandang mataku. Dan dia tersenyum. Lalu meneruskan.

            “ tidak usah dijawab Ran ! aku sudah tau apa jawabannya. Dan kau mengatakan ‘IYA’ bukan ?” Dimas tersenyum kecil padaku.

Bagaimana dia bisa tau ? tapi memang itu jawaban yang ada di hatiku. Dalam hatiku Cuma kata itu yang mendengung. Setiap kali ingin kuungkapkan, sebelum sampai dimulut, sudah hilang di tenggorokan. Ironis banget semuanya. Aku menggerutu dalam hati.

            “nggak tuh.” Kataku tersenyum kecil.

            “nggak usah bohong lagi deh !” katanya datar, aku hanya diam. Dia meneruskan lagi.

            “ aku tawari sekali lagi Ran, kamu mau nggak jadi pacarku ?” Dimas mengulanginya lagi. Haduuh... kenapa jawabnya harus sekarang sih ? coba kalau masih lama, aku bakal puasa 40 hari 40 malam buat nyari jawabannya (lebay banget). Tapi biarlah, biarpun aku puasa 1000 hari 1000 malam pun aku akan tetap jawab tidak, supaya Sarah bahagia. Maaf Dimas sayang, aku tetap menyayangimu meskipun tak memilikimu. Tapi aku tak mau kehilangan Sarah juga.

            “maaf mas, aku tetap gak bisa.” Jawabku akhirnya.

            “ oke Ran, aku hargai keputusanmu. Makasih yah.”

            “iya, tapi jangan gitu ngelihat nya.” Aku gak mau Dimas memandangku seperti ini. Tajem banget penuh dengan kekecewaan.

            “iya..iya.. sorry Ran !” katanya sembari tersenyum.

            “iya Dimas, jangan gitu lagi yah.” Aku tersenyum kepadanya.

            “ran, tapi aku gak percaya kalau kamu tega ngelakuin semua ini ? kamu perduli dengan perasaan Sarah, tapi kamu tak perduli dengan perasaanku ? ya ampun Rani....”

            “ Dimas, jangan ngomong gitu dong, aku bingung Mas, aku gak tau, kamu semakin membuatku pengen nangis, tau gak sih ?” kataku tak percaya mendengar Dimas berkata seperti itu.

            “ jangan gitu Rani, aku bukannya menyalahkanmu. Aku hanya tak percaya kalau kamurela ngorbanin perasaanmu dan perasaanku hanya untuk menjaga perasaan Sarah.” Kata Dimas lembut.

            “sama saja Mas, kamu memang tidak menyalahkanku. Tapi dengan kamu ngomong kayak gitu, sama saja kamu menyuruhku agar merasa berdosa. Aku minta maaf mas, aku harap hubungan kita akan tetap baik-baik saja. Aku pengen tetap seperti dulu dan saat ini.” Kataku panjang lebar.

            “ yah, mungkin benar yang kamu katakan Ran. Aku minta maaf sudah ngomong kayak gitu yah ?” kata Dimas dengan rendah hati.

            “ iya Mas, tapi kita bakal tetep kayak dulu kan ?” kataku memohon.

            “ yah mungkin aku butuh waktu untuk menghilangkan kekecewaanku Ran. Soal kebersamaan kita, aku tak tau apakah masih bisa seperti dulu. Lihat saja nanti.” Kata Dimas sembari tersenyum padaku. Kami berpandangan sebentar. Setelah itu dia pindah ke bangku depan dekat Reno. Dia tersenyum padaku, dan lalu pergi meninggalkanku yang hanya terdiam, bengong, dan tak bisa berkata apapun untuk mencegahnya pergi.

            Dimas pergi, aku merasa kehilangan. Aku merasa kesepian. Dia memperhatikan pelajaran dan disini aku terdiam memandanginya. Maafkan aku Dimas. Maafkan keputusan ini. Aku benar-benar tak bisa bijaksana. Karena dilema yang melanda ini, benar-benar membuatku pusing dan bingung. Dan jika sekarang kau pergi, aku tak tau bagaimana aku menjalani semua ini. Aku jadi tak tau dimana tempat aku berbagi tawa dan duka. Sungguh, aku merasa benar-benar kehilangan. Dan kini, aku hanya bisa merenungi semua ini. Tanpamu, aku tak tau harus bagaimana, seperti saat ini, saat kau tak ada disampingku yang duduk sendiri disini.

***

  Perlahan ada yang berubah. Cinta yang muncul dalam diam dan tumbuh dalam keheningan, yang dating bahkan tanpa disadari. Berjalan bersamanya, larut dalam tawa dan semua kelakarnya, limbung dalam senyum dan tatap mata. Bahkan saat jari-jari itu meraihnya, satu hal yang kerap terjadi sejak semula, dan satu bisikan kecil ditelinga.sesuatu didadanya berdetak lebih cepat dari yang dia duga.

            Dan disaat dia semakin jatuh bangun untuk tetap ada dalam scenario yang telah dibuatnya, yang telah kami tata, dia mlah semakin wajar dan menjalani perannya apa adanya. Hamper putus asa, lalu dia teriakkan cintanya ke udara, tapi ternyata… menguap sia-sia. Aku, gadis yang ada didekatnya, hamper selalu bersamanya, tapi telah menjelma menjadi apa yang dia inginkan dan dia minta “ANGIN!!!”

            Dan dia terlambat menyadari. Saat melihatnya dengan hati, dan bukan dengan kepentingan sendiri, baru dia sadar. Aku telah ada diseberang lautan ! dan prahara itu benar-benar dating, menggulung bentang cakrawala, memudarkan bianglala, menarik fajar, dan dikejauhan, bergerak perlahan… baying-bayang malam. Dan disini lah dia sekarang, terseok menghalangi. Ada yang perlahan berubah, cinta yang muncul dalam diam dan tumbuh dalam keheningan. Yang dating bahkan tanpa dia sadari. Terlalu pelan kesadaran itu dating. Dan saat mata hati terbuka, dia sudah menjadi gumpalan.

***

            Sejak saat itu, aku sudah tak bias sedekat dulu lagi dengan dimas. Sekarang dia jarang sekali membalas SMS dan chat ku. Saat dikelaspun dia tidak pernah duduk didekatku lagi. Dia hanya bicara seperlunya saja padaku. Kami tak pernah lagi bercanda ria seperti biasanya. Apakah Dimas berusaha menjauhiku ? aku kesepian, aku merasa kehilangan. Dimas sungguh telah berubah. Dimas yang sekarang bukanlah Dimas yang dulu kukenal. Biarlah saja, aku sudah berusaha mengajak Dimas mengobrol. Aku sudah capek, diman sungguh keras kepala padaku. Aku tak semudah dulu membuatnya tersenyum. Dan sekarang, aku semakin merasa asing pada sosok seorang Dimas. Okelah, aku juga gak akan ganggu-ganggu dia lagi. Dan kuputuskan untuk pindah tempat duduk dikelas. Selamat tinggal tempat lama dan kenangan lama, juga teman lama yang indah. Semoga dengan ini kamu gak merasa terganggu lagi. Semoga kamu selalu senang disana.

***

            Sudah cukup lama aku pindah tempat duduk. Sudah cukup lama Dimas bersikap dingin padaku. Terkadang aku masih memperhatikannya secara diam-diam. Terkadang pula aku melihat dia memandangku secara diam-diam. Ia menawarkan secercah senyum, ‘MIMPI YANG INDAH’. Aku mengangguk sambil terus menelusuri perubahan sikapnya. Mungkin masih ada kesedihan direlung hatinya. Aku meneruskan perjalanan mencari mimpi-mimpiku, mencari sosok yang hilang. ‘HATIKU BERGETAR’. Aku selalu menunggu Dimas melemparkan senyum manisnya padaku. Dan sampai saat ini, itu belum terjadi.

            Secercah senyuman yang hilang dalam diri Dimas telah membuatku berubah arah tujuan hidup. Semuanya menjadi kaburdan terhalangi untuk kucapai, hanya karena secercah senyuman yang hilang, membuat semuanya berubah drastic. Hilang tanpa bekas dan dengan perlahan-lahan akan lenyap menjadi asap dan terbang jauh menuju langit, menjauhi diriku.

            Dimas telah menjadi manusia baru di dalam hidupku, ia telah dilahirkan kembali. Hal-hal yang lama dan lapuk dalam tabiatnya sudah TIADA.. !!! ia dapat menyanyi diluar kepala. Ia duduk tegak dan tak ada secercah senyum menghiasi wajahnya sambil ia menyanyi. Lagu ini benar-benar merdu. Lagu kenangan yang indah, penuh luka. Suara petikan gitarnya mampu membuat hatiku terhanyut. Dia selalu menjadi indah dimataku. Dia mampu membuatku senang meskipun ada secuil luka didalamnya. Dimas, kau memang luar biasa, tak bias ada yang menggantikan posisimu dihatiku.

            Dan sekarang, ada yang hilang diantara aku dan Dimas. Hingga setiap kali pertemuanku dengan lelaki itu. Dimas, secercah sinar harapan mulai memasuki mata Dimas seperti tamu yang malu-malu. Sekarang sinar itu telah tiada. Tamu itu telah kabur. Tamu itu telah pergi. Entah akan dating kembali atau tidak.

            Terkadang aku merasa secercah harapan baru muncul dalam dirinya. Mungkin kami berdua memang memiliki keinginan yang sama. Dimas tersenyum lagi, senyum dingin dan kaku. Secercah harapan Dimas yang tadi menyala tiba-tiba meredup, lalu hilang. Sudahlah, akan kubiarkan semua mengalir apa adanya seperti air mengalir. Dimas sudah memiliki hidupnya sendiri. Dimas sudah semakin dekat dengan Sarah. Dan Dimas juga semakin jauh dariku. Aku tidak apa-apa. Tapi aku juga ingin Dimas seperti dulu padaku. Aku semakin penasaran, apakah hubunganku dengan Dimas akan TO BE or NOT  TO BE. Biarlah aku menjalankan peranku seperti takdir scenario yang telah dirancang Tuhan. Dimas tetaplah teman yang tersayang dalam relung sanubariku. Dan hanya aku dan Tuhan yang mengetahuinya. Kenangan terindahku… Dimas… !!!

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons